Puisi dan Cerpen
Bertambah Lagi
Tulisan kecil saat masih kuliah ……
_____________________________________________
Aku pikir dan aku rasakan bahwa ingatan milikku tidak pernah akan terhapus mengenaimu. Apalagi tentang hari ini, ketika engkau, yang aku tidak tahu bagaimana dan dimana, di saat kebahagiaan menjadi bertambah dewasa dan kesedihan karena supply of time yang mulai menurun, dan kesempatan mengikuti penurunan tersebut. Yah.., hari ini engkau berulang tahun dan merayakannya sendiri, sertidak-tidaknya tanpa kehadiran diriku, yang pernah menganggap dan dianggap sebagai teman. Kamu bertambah usia lagi, sobat, dan aku tidak berani mengucapkan apapun karena ketakutan. Mengapa aku takut untuk berhadapan? Karena engkau mulai terlihat lain, setidak-tidaknya mata hatiku melihat dan berkata demikian.
Tapi, ketika aku terpuruk di sini aku ingin sekali mengucapkan “Selamat Ulang Tahun, dan semoga penuh warna” Semoga senyuman manis kesayanganku tetap bersinar. Tetap memancarkan mutiara walaupun ia harus terbenam di dalam lumpur. Hadiah pemberianmu telah aku terima, yaitu ketenangan. Sedangkan aku, bingung untuk memberikan apa-apa, padahal kata-kata tulisan ini pun tak pernah berani aku kirimkan. Tapi, aku ingin engkau dapat merasakan bahwa aku sangat dekat saat ini.
Dekat, sehingga aku dapat malu karena melihat bayangan diriku di matamu. Sehingga mampu mempertontonkan perubahan yang tidak perlu terjadi. Pernahkah aku berpikir dan merasa? Atau kamu juga? Ah, aku mulai terjebak dalam ketidaktahuan dan ketidakberanian untuk bertanya. Sedangkan kamu, juga melakukan demikian. Tapi, sudahlah. Yang terpenting adalah kebahagiaan hari ini. Tak perlu aku yang menjadi penyebab untuk menghalangi engkau menikmati hari ini. Menikmati kenikmatan pemberian Tuhan, karena diberi kesempatan untuk tetap bertahan sampai detik ini. Kesempatan untuk memberi warna dan mewarnai kehidupan, sehingga orang lain dapat merasakan hangatnya pelita kasih sayang yang terpancar.
Begitu indahnya, ketika kita mampu berbuat dan berguna bagi orang lain. Tapi, janganlah engkau menjadi lilin,dan jadi lah matahari dalam memancarkan kehangatan tersebut. Kehangatan yang abadi tanpa mengurangi keadilan terhadap diri sendiri. Keadilan yang paling sulit untuk ditegakkan. Sudah terlalu lama kita tidak pernah memikirkan diri kita sendiri karena asyik melangkah. Paling tidak untuk diriku.
Teman baikku, ingin sekali aku merebahkan kepalaku ke bahumu. Ingin sekali aku saat ini merasakan kesejukan itu kembali. Ingin sekali aku melupakan apa yang pernah terjadi sehingga aku menghilang dan ingin sekali aku membiarkan dirimu tersenyum, walaupun itu tidak melibatkan diriku. Cobalah bangun dan hirup lah udara pagi ini dalam-dalam, dan nikmati lah esok hari ketika usia dan tanggung jawab bertambah. Atau aku ingin sekali mendengar keinginan-keinginan mu, termasuk keinginan untuk ku. Keinginan yang sampai detik ini sangat sulit aku perkirakan. Tapi sudahlah, hari ini milikmu
Tahukah engkau apa yang terbaik untuk dirimu saat ini? Engkau, sobat dekatku!
Kober Depok, Medio 2000
Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )Kekasih
Satu lagi puisi waktu mahasiswa, saat masih jomblo. Ternyata masih renyah untuk diingat…. 🙂
__________________________________________________
Kekasih…,
Jika aku boleh meminta
Izinkan aku memberi sedikit
Sedikit pemberian tentang kasih sayang
Kekasih…,
Pernahkah terpikir olehmu tentang harapan
Secercah harapan tentang kebahagiaan
Bahagia dengan segala keteguhan
Jika aku dapat bertanya
Kemanakah sang jiwaku hari ini?
Jiwa yang bersembunyi dalam kesejukan
Kesejukanmu, kekasih…
Jika engkau dapat mendengar
Dengarlah keresahan rasa di balik ini
Rasa yang menggeletar
Dalam nyanyian rindu hati
Kalau memang ketakutan lah yang menjadi
Kalau memang kekhawatiran lah yang beranak pinak
Tentu lah bukan pemberian itu
Tentu lah bukan aku adalah engkau
Rasanya engkau adalah bayanganku
Rasanya malu jika aku bukan lah engkau
Aku melihat diriku di dirimu
Dan ini bukan menjadi rasanya lagi
Kekasih…,
Kalau lah ini memang lah jembatannya
Izinkan aku melewatinya
Dan menyebutmu, kekasih!
30 September 2000
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )Aku Tidak Tahu
Satu lagi puisi yang ditulis saat mahasiswa S1 …..
____________________________________________
Jika memang layak
Ingin sekali diizinkan
Seseorang yang rindu melepaskan
Segala keraguan dan kekaburan
Tak pelak kita selalu berada di persimpangan jalan
Dan enggan melangkahkannya
Memilih jalan dan menerobos ketidakpastian
Serta menarik resiko setiap nafas yang terbuat
Yah … bagaimana mungkin misteri terungkap
Ataupun kain robek tanpa penyebab
Dan kita lah yang tertuduh
Bahkan keterdiaman yang menyedihkan
Berulang kali dikau tersenyum bingung
Atau hanya menggerakkan bahu
Semakin sering pula aku menggelengkan kepala
Atas keterdiaman yang memarah
“Ketidaktahuan adalah kebahagian”
Begitu terus dikau dengungkan
Kemudian aku hanya sanggup berkata
“Aku tidak tahu bahwa aku tidak tahu”
Depok, 28 September 2000
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )Keputusan-Keputusan
Puisi ini saya buat ketika masih mahasiswa S1…..
______________________________________
Bicaralah tentang kejujuran
Tentulah sulit kita nafikan kenyataan
Bicaralah tentang hati
Temukanlah keindahan kedalaman samuderanya
Sudah sangat lama langkah ragu-ragu
Sering kekhawatiran membaur keyakinan
Dan saat ini, langkah mundur..
Bukan keputusan-keputusan
Begitu sering kita terlempar-masuk
Terlalu nyaman keceriaan
Yang hanya menutup ketidakterbukaan
Dan mengulang ketidakjelasan
Kita selalu berputar-putar pada arah ini…
Apakah tenaga kita tak cukup kuat untuk melepaskannya?
Ya, anggukan keyakinan hanya desiran
Selanjutnya, ia melayang terbang
Dan kemudian, aku lah yang bertanya
Apakah ini keputusan-keputusan?
Depok, 25 September 2000
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )Rindu dan Kesunyian
Berapa kali kubasuhkan air bersih ke dahi yang terlalu lama berkerut
Tiba-tiba tertahan sudah tangan ku di kepala
Ah, air mata telah bercampur hingga tak terbedakan
Kurindukan rumah mungil tempat bercanda
Tepat di teras rumah, sembari melihat sembilun dimainkan
Betapa riangnya masa kanak-kanak…?
Betapa indahnya ketika ibunda mulai bercerita
Betapa rindunya aku kembali pulang….
Entahlah, kesunyian telah menyelimuti ramainya perantauan
Udara segar tanpa asap knalpot berlebihan, semakin sulit didapatkan
Oh…, angin pantai Matras seakan-akan berteriak memanggil
Seiring dengan panggilan pengabdian di halaman rumah sendiri
Tulisan sederhana ini lah yang akan kujadikan mantra
Doa-doa kecil untuk kesejahteraan dan kesabaran
Begitu jauhnya aku terpencil dari kabar-kabar indah
Namun, biarkanlah aku melangkah …
Dengan beban rindu yang hampir tak tertahankan
Jakarta, 12 April 2002
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )